Gedung Sate, Kantor Gubernur Jawa Barat.
PJ. BEKASI – Pendiri Lembaga Masyarakat (LSM) Jendela Komunikasi (Jeko) yang biasa disapa Bob mempertanyakan, pernyataan Kepala Bagian Tata Pemerintahan Provinsi Jawa Barat Dedi Mulyadi yang akan menolak hasil Pemilihan Wakil Bupati Bekasi yang digelar Rabu (18/3/2020) lalu. karena dianggap melanggar sejumlah aturan.
Bob menuding pernyataan tersebut ‘ditunggangi’ kepentingan oknum birokrat Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui penggiringan opini yang dibangun media (pemberitan) dan media sosial.
“Coba aja lihat dan perhatikan subtansi dan materi pokok serta gaya tulisan di beberapa media online, hampir 80 % sama” tutur Bob kepada potretjabar.com.
Potensi adanya hal itu menurutnya sangat jelas. Dimana soalnya ada (dua). Yakni kesatu, terkait ketentuan UU 10 tahun 2016 (Pasal 176 Ayat 2) dan PP 12 tahun 2018. Kedua, terkait surat dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) tanggal 13 Maret 2020.
“Hampir 80 persen pemberitaan itu berpedoman kepada 2 (dua) hal tersebut dan itu sah sah aja. Tidak ada larangan. Namun kenapa yang dijadikan titik beratnya itu hanya surat dari Pemprov Jabar Nomor 131/1536/Pemkum. Tanggal 13 Maret 2020” ungkap Pendiri LSM Jeko ini.
Bahkan, yang jadi pertanyaan, kata Bob kenapa nara sumber dalam pemberitaan itu, Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Kabag Tapem) Pemprov Jabar, Dedi Mulyadi. Bukanya Kabag Tapem itu punya atasan yakni Kepala Biro Pemerintahan dan Kerja Sama.
Selain itu. Bob juga menegaskan. Jika, dicermati pernyataan Dedi Mulyadi
yang dilansir dibeberapa media, sangat nampak adanya potensi pesan sponsor dari oknum birokrat di Pemkab Bekasi.
“Statementnya itu bisa dikategorikan bikin keruh suasana. Dia itu kan Kabag, punya atasan dan pimpinan yakni Kepala Biro dan Sekda” tutur Bob.
“Ada apa ini, dalam pemberitaan yang beredar, dia (Dedi) jadi nara sumbernya. Sedangkan subtansi dan materinya lebih fokus kepada surat yang ditujukan ke DPRD. Sementara, subtansi dan materi surat yang ditujakan ke Bupati, tidak,” tambahnya.
Ditegaskan Bob, seharusnya Pemprov Jabar objektif dalam menyikapi persoalan ini. Sebab dalam surat yang ditujukan ke Bupati juga ada hal yang sama. Bahkan lebih fatal.
Surat Pemprov Jabar untuk Bupati Bekasi
Pasalnya, Jawaban surat dari Pemprov Jabar yang ditujukan ke Bupati Bekasi. Sangat jelas tertulis dialinea pertama. Menanggapi surat Bupati Bekasi Nomor 132/1263 – Bakesbangpol. Tanggal 11 Maret 2020. Perihal, Klarifikasi dan laporan perkembangan Pergantian Antar Waktu (PAW) bakal calon Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017 – 2022.
“Katta kalimat dan arti yang paling hakiki dari tulisan Pergantian Antar Waktu (PAW) tidak lazim dan tidak bisa digunakan Eksekutif. Sebab, kata kalimat itu hanya milik dan dapat digunakan Legislatif” jelasnya.
Dirinya mempeetanyakan atas dasar apa eksekutif menggunakan kata kalimat PAW untuk jabatan Wakil Bupati. Lantas apa juga yang jadi Pemprov Jabar merespon surat Bupati Bekasi itu.
“Ini juga harusnya dipertanyakan dan dipublikasikan. Sebab PAW itu hanya untuk jabatan di Legislatif dan bukan jabatan di Eksekutif” tandas Bob.
Kalimat PAW hanya ada di Undang – Undang Nomor 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR , DPD dan DPRD. Khususnya di Pasal 85. Aneh bin ajaib dirinya mersa heran pihak eksekutif Pemkab Bekasi tidak tau, dasar hukum PAW hanya untuk jabatan di pihak kegislatif dan bukan untuk jabatan Eksekutif.
“Emangnya jabatan Wabup itu masuk dalam Undang Undang tersebut. Kan tidak” tandasbya.
Lucunya lagi, diijelaskan Bob, surat Bupati Bekasi Nomor 132/1263 – Bakesbangpol. Tanggal 11 Maret 2020 direspon dan dijawab serta dijadikan rujukan Pemprov Jabar.
“Ini juga harusnya jadi tolak ukur stakeholder dalam menyikapi dinamika
terkait kekosongan dan pengisian calon Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017 – 2022. Insya Allah, hari Senin besok, persoalan ini kita bawa ke Jawa Barat dan Jakarta sekalian membawa surat laporannya” tutur pendiri LSM JEKO. (Red).
Tidak ada komentar