Pengambilan Air Tanah Harus Diimbangi Sumur Imbuhan
PJ.CIMAHI – Peneliti geodesi dari ITB memprediksi krisis air pada 2030 nanti. Hal itu disebabkan dari Ekploitasi air tanah yang berlebihan membuat tanah Bandung Raya termasuk Kota Cimahi turun 1-20 cm setiap tahunnya.
Menanggapi hal itu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cimahi akan segera menggelar sosialisasi terkait aturan pengambilan air tanah baik kepada masyarakat maupun industri, khususnya di wilayah Leuwigajah, Cimahi Selatan.
“Di dalam dokumen lingkungan ketika ada pengambilan air tanah oleh industri juga mesti diimbangi dengan sumur imbuhan,” ujar Ronny, dikutip dari detik.com (4/12/2019).
Menurut Ronny, dengan pembuatan sumur imbuhan tersebut bakal mengalirkan dan menampung air hujan agar bisa merestorasi ketersediaan air tanah.
“Kalau ada hujan langsung masuk ke sumur imbuhan. Jadi sistemnya itu diambil tapi langsung tampung agar terganti,” ujarnya.
Pihaknya juga mengingatkan jika kondisi eksploitasi air tanah terus berlanjut, maka berbanding lurus dengan kondisi penurunan tanah yang semakin parah.
“Penting juga untuk masyarakat kalau tiap rumah ada biopori, sehingga penurunan tanah bisa dicegah. Kalau kewenangan pengambilan air tanah ada di provinsi,” katanya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cimahi Nanang mengatakan, pihaknya bakal berkoordinasi dengan peneliti dan dinas terkait soal informasi tersebut.
“Sampai saat ini kami belum tahu seperti apa kondisinya, karena itu sangat teknis. Tapi bakal langsung kami respon untuk berkoordinasi dengan peneliti dari ITB-nya. Kalau dengan dinas, akan koordinasi dengan DLH dan DPKP,” ujar Nanang.
Pihaknya mengakui di Kota Cimahi khususnya selatan terjadi eksploitasi air tanah yang menjadi salah satu penyebab penurunan muka tanah.
“Memang karena industri di Cimahi banyak di daerah selatan, apalagi disebutkan Leuwigajah yang mengalami penurunan tanah. Kalau dilihat dari bentuk bencananya, bisa dibilang seperti pondasinya akan amblas,” katanya.(*)