POTRETJABAR.com – Pemberian Dana Hibah dan Bansos itu harus berpegang teguh kepada asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat yang luas bagi masyarakat, sehingga jauh dari kepentingan pribadi, kelompok dan golongan serta kepentingan politik.
Oleh sebab itu, kepada seluruh Gubernur, Bupati / Walikota di seluruh Indonesia ketika mengalokasikan dan pengelolaan Dana Hibah dan Bansos harus mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 32 tahun 2011 sebagaimana telah dirubah beberapa kali.
Demikian pula isi materi Surat Edaran Komisi Pemberantasan KorupsiKorupsi (KPK) Nomor B-14/01-15/01/2014 tanggal 6 Januari 2014 yang dikirimkan kepada seluruh Kepala Daerah dan tembusanya disampaikan ke Menteri Dalam Negeri.
Mau diapain, terserah. Boleh – boleh aja dan suka – suka Sebab, yang bikin dan mengajukan permohonan (proposal) Dana Hibah serta peruntukannya yang tau itu si penerima, terus yang tanda tangan (stempel) di Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang tau itu, si penerima dan si pemberi. Artinya, setelah berbentuk NPHD, proses itu berjalan hingga pencairan / transper ke rekening si penerima.
Ketika bicara “proses itu berjalan hingga pencairan dan ditransper ke rekening si penerima” maka apa yg direncanakan dalam Program dan Kegiatan beserta jumlah nominal rupiahnya menjadi bentuk Dokumen yang harus dilaporkan dan dipertanggung jawabkan.
Kepada Bupati melalui pejabat pengelola keuangan daerah dan tembusannya disampaikan kepada Organisasi Perangkat Daerah ( OPD) terkait dan hasilnya diperiksa oleh tim Badan Pemeriksa Keuangan.
Sekarang ini jaman canggih, HP (handpone) bisa ngerekam dan foto. Atas dasar itu, parameter dan tolak ukur apa sehingga diut APBD itu dibelanjakan seenaknya alias tidak sesuai peruntukan atau “Nyleweng” dan “Selingkuh” dari koridor dan kaidah hukum atas rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah.
Terlebih aturan soal itu sudah direvisi lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 123 Tahun 2018 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 TAHUN 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah & Bansos yang bersumber dari APBD.
Pontensi perbuatan “Nyeleweng” atau “Selingkuh” itu tergambar dari adanya “pencitraan alias lebay” yang dipublikasikan melalui media dengan maksud dan tujuan tertentu dimana distribusi jumlah rupiah itu direkayasa dalam catatan buku kas pengeluaran.
Bahkan bukan itu saja, “saleri / honor” buat si pengelola Website itu standar biaya nya atas dasar “tawar menawar”.
Untuk apa juga bikin buletin atau majalah. Emangnya masih kurang puas sama media cetak dan elektronik, plus website / portal dengan nama domain penerima Dana Hibah ?
Berikut ini nama penerima Dana Hibah dari APBD 2019 Pemkab Bekasi. diantaranya KONI Rp 15 miliar, NPCI Rp 5 miliar, MUI Rp1 miliar, Pramuka Rp 1 miliar.
LPTQ Rp 900 Juta. BNK Bekasi Rp 900 Juta. BAZNAS Rp 600 Juta. Karang Taruna Rp 555 Juta, PMI Rp 500 Juta dan KPAD Rp 500 Juta.
Dimana sekarang ini, ke 10 nama penerima duit APBD itu sedang membuat dan menyusun Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) untuk diserahkan kepada instansi terkait.
Karenanya, harus dimonitor dan didorong, sebab potensi tersebut diatas kemungkinan bisa saja terjadi kembali dalam pemberian Dana Hibah tahun 2020. Jika kemungkinan itu benar, maka dapat dikategorikan bahwa Pemkab Bekasi Nyrempet Edaran KPK.
Penulis : Bob
Editor : Endang Firtana