Oleh : Samanhudi
POTRET BEKASI – Kementrian Desa PDTT RI mengeluarkan Peraturan nomer 6 tahun 2020 tentang prioritas penggunaan dana desa yang disahkan pada pada tanggal 24 April lalu untuk bantuan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19 dengan metode Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa.
Setelah diberlakukannya peraturan itu semua pemerintah Desa banting setir merubah rencana pembangunan menjadi bantuan sosial.
Kendala pun tak terelakan, lambanya desa – desa dalam penyaluran bansos nampak terlihat di Kabupaten Bekasi.
Pemerintah Kabupaten Bekasi dalam menyakurkan BLT bagi mastyarakat yang terdapak akibat pandemi Covid-19. Pada akhir bulan Mai ini saja baru satu desa yang sudah merealisasikan yakni Desa Labansari Kecamatan Cikarang Timur, selainya 25 Desa baru siap salur dan 115 Desa proses pembuatan rekening, serta 39 Desa dalam proses per kades. ( data 14 mai 2020).
Dari data diatas mencerminkan bahwa pemerintahan Kabupaten Bekasi kurang serius dalam menangani proses BLT, pedahal Permen PDTT No 6 tahun 2020 tentang prioritas penggunaan dana desa yang disahkan 14 April 2020.
Sudah hampir 2 bulan tetapi perkembangan penyaluran dana desa belum signipikan, Interval waktu sejak tanggal Permen Desa PDTT disahkan sudah cukup lama.
Menurut kepala bidang Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bekasi Maman, Ia mengaku sudah melakukan himbauan dengan berbagai macam cara.
“Himbauan sudah dilakukan, Mengirim radio gram kepada para camat untuk segera mendorong desa binaan dalam proses BLT penanggulangan masyarakat terdampak Covid-19,”kata Maman belum lama ini.
Kalau di lihat dalam pelaksanaannya, sangat sederhana, pemerintah desa akan menghimpun data terlebih dahulu, masyarakat mana saja yang masuk dalam prioritas penerima BLT Dana Desa.
Berikut adalah beberapa mekanisme pendataan BLT Dana Desa yang dilakukan :
Mekanisme pendataan BLT Dana Desa yang pertama akan dilakukan oleh Relawan Desa Lawan Covid-19. Setelah data terkumpul, selanjutnya pendataan akan fokus pada lingkup RT, RW, dan Desa.
Kemudian, hasil pendataan sasaran keluarga miskin akan dilakukan musyawarah Desa Khusus, atau musyawarah insidentil. Dalam musyawarah ini akan membahas agenda tunggal, yaitu validasi dan finalisasi data.
Setelah dilakukan validasi dan finalisasi, mekanisme pendataan BLT Dana Desa selanjutnya akan dilakukan penandatanganan dokumen hasil pendataan oleh Kepala Desa.
Hasil verifikasi dokumen tersebut, selanjutnya akan dilaporkan kepada tingkat yang lebih tinggi yaitu Bupati atau Walikota melalui Camat.
Terakhir, program BLT Dana Desa bisa segera dilaksanakan dalam waktu selambat-lambatnya 5 hari kerja per tanggal diterima di Kecamatan.
Selain pendataan, pemerintah juga telah menyusun mekanisme penyaluran BLT Dana Desa yang dimuat dalam salinan Permen Desa PDTT Nomor 6 Tahun 2020. Mekanisme ini dibuat agar program dapat dilaksanakan dengan tepat sasaran dan tepat guna.
Berikut adalah mekanisme penyaluran BLT Dana Desa beserta alokasinya, yang perlu diketahui.
Pertama, untuk desa yang menerima Dana Desa sebesar Rp 800 juta, alokasi BLT maksimal sebesar 25 persen dari jumlah Dana Desa.
Selanjutnya, mekanisme penyaluran BLT Dana Desa yang mendapatkan besaran Rp 800 juta hingga Rp 1,2 miliar, bisa mengalokasikan BLT maksimal 30 persen.
Ketiga, bagi desa yang menerima Dana Desa Rp 1,2 miliar atau lebih akan mengalokasikan BLT maksimal sebesar 35 persen.
Sedangkan, desa yang memiliki jumlah keluarga miskin lebih besar dari anggaran yang diterima, bisa mengajukan penambahan dana setelah disetujui oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Permen yang telah dibuat, mekanisme penyaluran BLT Dana Desa ke masyarakat akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui metode non-tunai (cashless). Dalam hal ini, Kepala Desa berlaku sebagai penanggung Jawab penyaluran BLT.
Selanjutnya, jangka waktu penyaluran BLT bisa dilakukan selama 3 bulan, terhitung sejak April 2020. Setiap keluarga penerima manfaat BLT Dana Desa akan mendapatkan uang sebesar Rp 600 ribu per bulan.
Melihat kondisi pandemi seperti ini, masyarakat sangat lah membutuhkan bantuan karena terputusnya mata pencaharian sebab harus taat dengan kebijakan pemerintah sepetihaknya Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB), namun jika prosesnya lamban seperti ini, masyarakat akan menjerit. Mungkin saja lantaran ketidak siapan Pemkab Bekasi dalam merealisasikan bantuan yang bersumber APBN tersebut.
Penulis : Samanhudi
Editor : Endang Firtana