Foto: Kegiatan JITUT Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi tahun 2024.
PJ.BEKASI – Keilmuan yang tidak mempuni menjadi menyebab lemahnya pengawasan kegiatan konstruksi pada Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi. Kondisi itu menjadi ‘gak nyambung’ bagi pegawainya yang notabene memiliki keilmuan pertanian, perkebunan dan peternakan.
Kelemahan itupun diakui Kepala Bidang Sarana Prasarana (Sarpras) Dinas pertanian Kabupaten Bekasi Dedi Hadijana. Kegiatan konstruksi pada bidangnya tidak selaras dengan keilmuan yang Ia miliki.
Bagaimana tidak, kegiatan seperti Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT) tergolong kegiatan konstruksi, sedangkan keilmuan yang dimilikinya adalah peternakan.
“Kami sarjana peternakan harus mengawas kontruksi dan tenaga pengawas cuma dua orang mungkin pengawas tidak maksimal,”keluhnya kepada potretjabar.com.
Ia membeberkan, pada tahun 2024,
kegiatan JUT sebanyak 22 kegiatan dengan nilai anggaran sebesar Rp1,6 miliar. Kemudian, kegiatan JITUT sebanyak 16 kegiatan dengan nilai Rp1 miliar.
Kondisi itu dimanfaatkan rekanan Pengusaha konstruksi yang melaksanakan kegiatan tersebut dengan melaksanakan kegiatan asal jadi. Hal itu terbukti dari temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat yang menghasilkan pengembalian hingga 10 sampai 26 persen dari kegiatan konstruksi JUT dan JITUT.
“Pengembalian dari pembayaran yang sudah kami lakukan semua JUT, JITUT rata rata 26% dan minimal 10 % benar adanya pengembalian dan kemarin sudah selesai pengembalian nya dan pastinya untuk tahun 2025 kita bekerja lebih baik lagi segi pekerjaan dan pengawasan ditingkatkan,”kata Dedi
Menurutnya, temuan itu bukan penyimpangan. Salah satu penyebabnya karena pihaknya, bukan orang teknis. Jadi, tidak memahami teknis konstruksi.
Ditambah lagi tenaga pengawas hanya dua orang dengan kegiatan yang dilakukan secara serentak dengan kurun waktu empat puluh lima hari.
Ia juga menerangkan hasil audit BPK kenapa pengembalian hingga 26 persen sebab, di dalam kontrak juga tidak ada kegiatan cordil, namun BPK dalam pemeriksaan minta untuk dikordil.
Dengan demikian, untuk kekurangan pekerjaan itu bukan penyimpangan yang disengaja oleh konsultan juga kontraktor sebagi pelaksana kegiatan tersebut.
“Untuk pemberian hasilnya sebagai bahan evaluasi bagi kami bekerja dan dengan adanya audit BPK tentunya kami akan bekerja lebih baik lagi,”pungkasnya.(lut)