PJ. JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat telah menangani 27 kasus tindak pidana korupsi di sektor Sumber Daya Alam (SDA).
“Sejak 2009 bahkan KPK lewat Kedeputian Pencegahan ikut serta bagaimana mencegah tindak pidana korupsi yang ada di KPK ini karena sudah 27 kasus ditangani KPK khususnya terkait di bidang kehutanan di bidang SDA ini,” kata Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Wawan WardianaWardiana sperti dilansir ANTARA.
Hal tersebut disampaikannya saat diskusi daring “Penataan Ulang Kebijakan dan Regulasi SDA di Indonesia: Ragam, Masalah, dan Pembelajaran” di Jakarta, Rabu.
“SDA ini sudah menjadi sektor yang diperhatikan oleh KPK bahkan sejak 2009 kami sudah mulai sebetulnya, kenapa? Karena memang SDA punya kontribusi yang sangat besar kepada negara ini baik itu dari segi penerimaan, baik itu dari segi penerimaan pajak maupun nonpajak, atau juga penyerapan tenaga kerja,” ucap Wawan.
Berdasarkan data yang didapatkannya, ia mencatat 37 juta sampai 40 juta orang terlibat dalam pekerjaan di sektor SDA di Indonesia.
“Data yang tidak salah saya dapatkan kurang lebih 37 juta sampai 40 juta orang terlibat dalam pekerjaan di SDA ini. Ini sangat signifikan sekali kontribusi SDA ke negara kita,” kata dia.
Namun, lanjut Wawan, masih terdapat permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan SDA di Indonesia, salah satunya adalah tindak pidana korupsi.
“Oleh sebab itu 2009, KPK mencoba bekerja dengan teman-teman akademisi di perguruan tinggi kemudian dengan teman-teman di kementerian/lembaga, termasuk juga teman-teman di masyarakat sipil, itu membentuk sebuah gerakan,” tuturnya.
Adapun gerakan tersebut adalah Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA).
“Kenapa disebut gerakan karena bareng-bareng tidak hanya KPK saja, itu membuat sebuah gerakan yang namanya bagaimana penyelamatan sumber daya alam yang kita kenal GNPSDA,” ungkap Wawan.
Ia pun mengakui dengan dibentuknya GNPSDA ada dampak positif terkait pengelolaan SDA tersebut.
“Tentunya penerimaan negara bertambah itu terkait pengembalian keuangan kepada negara, penerimaan-penerimaan, penataan izin, dan lainnya. Yang kita tahu dulu kurang lebih ada 10 ribu pengusaha di SDA ini, hanya 2.500 yang punya NPWP coba bayangin hanya seperempatnya yang punya NPWP. Artinya, yang 75 persen itu berusaha tetapi tidak membayar karena mau membayar pajak NPWP-nya tidak punya,” tuturnya.
Ia juga menekankan akar masalah terjadinya korupsi di sektor SDA terjadi karena persoalan tata kelola hingga tumpang tindih regulasi.
“Oleh sebab itu, Prof Maria (Guru Besar Hukum Agraria UGM Maria S.W. Sumardjono) dengan teman-teman sudah mencoba melakukan kajian terkait regulasi-regulasi yang ada terhadap SDA ini. Ada 26 UU yang coba diharmonisasi dan ternyata memang banyak tumpang tindih yang ada di regulasi-regulasi yang ada,” ujar Wawan.
Kemudian, kata dia, akar permasalahan lainnya adalah kurang transparansi dan peningkatan partisipasi publik di dalam pengelolaan SDA.
“Kemudian selain itu juga ada yang disebut karena kurang transparansi dan peningkatan partisipasi publik di dalam pengelolaan SDA ini sehingga menambah suburkan konflik kepentingan baik untuk pribadi ataupun kelompok,” kata dia.(antara/PJ)