PJ.JAKARTA – Maraknya tren harga minyak dunia yang mahal akibat imbas konflik di Timur Tengah. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dikabarkan bakal naik pada Maret 2024.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyebut sebenarnya pemerintah sudah memberikan sinyal bahwa harga BBM akan naik pasca Pemilu 2024.
Namun, masih perlu analisis yang lebih dalam terkait pergerakan harga minyak dunia yang berpotensi mempengaruhi harga BBM tersebut.
“Kalau saya cermati harga minyak naik lagi kayaknya mau ke sana, karena intensitas Timur Tengah masih tinggi karen mengganggu logistik jadi akhirnya terpengaruh. Jadi memang perlu dicermati, saya setuju karena harga minyak cenderung naik terus,” kata Tutuka, seperti diberitakan, Kamis (29/2/24)
Lebih lanjut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan bahwa harga BBM nonsubsidi akan sangat bergantung pada harga minyak dunia.
“Jadi kan kalau yang nonsubsidi ini kan ikut formula harga indeks minyak, sekarang minyak sudah USD82 per barel. Jadi dibanding sama tahun lalu ada kenaikan antara USD5-6 dan itu pasti mempengaruhi biaya produksi,” papar dia.
Dalam hal ini, pasca Pemilu 2024, Arifin menyerahkan penjualan BBM nonsubsidi kepada masing-masing badan usaha. Sebab, penjualan tersebut harus mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
Dia menambahkan, saat ini harga BBM subsidi Pertamina tetap akan ditahan. Selain itu, badan usaha juga akan mengevaluasi harga BBM nonsubsidi secara mandiri, mengingat masing-masing badan usaha masih saling berkompetisi satu sama lain.
“Itu biar badan usaha yang bisa mengevaluasi. Tapi, mereka saling berkompetisi naiknya berapa. Pemerintah nahan yang subsidi, enggak ada kenaikan. Yang non subsidi itu badan usaha masing-masing,” ujarnya.
Kendati demikian, Presiden Direktur BP-AKR Vanda Laura juga ikut merespon pernyataan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait sinyal kenaikan harga BBM non subsidi usai Pemilu 2024.
Dia mengatakan, BP-AKR akan melakukan penyesuaian harga secara berkala dengan mempertimbangkan banyak faktor, seperti harga minyak dunia, biaya operasional, kondisi pasar, dan juga pajak pemerintah.
“Penyesuaian harga BBM yang dilakukan oleh BP-AKR senantiasa mengikuti regulasi pemerintah. Kami terus memantau situasi dan melakukan adaptasi yang di perlukan untuk penentuan harga BBM,” kata Vanda.
Sebagai informasi, VP Corporate Relations Shell Indonesia Susi Hutapea menyebutkan bahwa pihaknya telah melakukan penyesuaian harga BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) secara berkala dengan mempertimbangkan berbagai faktor.
Di antaranya, produk minyak olahan berdasarkan MOPS (Mean of Platts Singapore), kondisi dan volatilitas pasar, nilai tukar mata uang asing, pajak pemerintah dan bea cukai, biaya distribusi, biaya operasional, kinerja perusahaan, dan aktivitas promosi yang sedang dilakukan.
“Penyesuaian harga BBM yang kami lakukan sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku mengenai harga jual BBM,” pungkasnya.(*/red)