PJ. BEKASI – Pengadilan Negeri Cikarang kelas II saat ini sedang menangani sidang perkara Warga Negara Asing (WNA) asal Korea Selatan, perkara nomor 176/Pid.B/2020/PN.Ckr. dengan terdakwa LSH.
Terdakwa disangkakan melakukan penggelapan sehingga Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi menetapkan agar LSH menjadi tahanan rutan setelah memasuki persidangan, Majelis Hakim mengalihkan menjadi tahanan Kota rupanya perkara tersebut mengundang perhatian terlebih terdakwa tersebut bukan warga negara Indonesia.
Menanggapi hal itu Juru bicara Pengadilan Negeri Cikarang Muhan Hafiz mengemukakan, perkara WNA asal Korea Selatan sedang menjalankan proses sidang di Pengadilan Negeri Cikarang kelas II.
Saat dikonfirmasi kebenaran terdakwa LSH menjadi tahan kota Ia pun membenarkan bahwa terdakwa LSH menjadi tahanan kota dengan dasar adanya surat permohonan, selain itu juga ada penjamin dari terdakwa LSH.
“Ada permohonan kan, permohonan untuk pengalihan terus ada penjamin kata majelisnya waktu penjaminnya ditanya menyanggupi untuk menjamin untuk yang bersangkutan. Terus yang bersangkutan berjanji juga untuk tidak akan menghilangkan barang bukti itu aja alasan dari kami, “kata Hafiz kepada potretjabar.com Senin (29/06/20).
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Ibnu Fajar mengatakan, sidang terdakwa LSH warga Korea Selatan sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tahanan rutan.
Hal itu dilakukan lantaran terdakwa LSH berpotensi dapat menghilangkan barang bukti, ditambah dengan ancaman pidananya lima tahun sehingga sudah memenuhi syarat untuk diputuskan menjadi tahanan.
“Iya kemarin sih karena syarat objektif dan subjektif yaitu telah terpenuhi syarat dalam hal ini penuntut umum, jangan sampai ketika tidak ditahan terdakwa itu bisa menghilangkan barang bukti apa lagi sangat berpotensi kehilangan barang bukti dan alat-alat surat, kemudian syarat subjektifnya ancaman pidana 5 tahun sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan penahanan, “ungkapnya.
Setelah memasuki persidangan di PN Cikarang majelis hakim mengalihkan menjadi tahanan kota, hal itu sangat disayangkan seharusnya majelis juga meski dapat menerangkan alasan subyektif.
“Kalau saya sih hanya melihatnya dari sisi menurut saya barang bukti berpotensi dihilangkan, nah majelis hakim juga mestinya memiliki alasan subjektif tersebut itu aja dari saya,” terangnya.
Kendati begitu, dirinya memandang hal itu menjadi kewenangan majlis hakim yang diatur dalam KUHAP walaupun berbeda pendapat denganya.
“Terkait dengan majelis hakim mengalihkan tahanan dari tahanan Rutan menjadi tahanan kota itu adalah kewenangan otoritatif kewenangan penuh dari pada majelis hakim yang diatur yang diatur dalam pasal 21 pasal 23 Pasal 24 KUHAP., ” ujarnya.
Selama persidangan yang bersangkutan yakni terdakwa LSH masih kooperatif. terdakwa yang menjadi tahanan kota diwajibkan untuk laporan setidaknya seminggu sekali lapor. (Wan/red)