PJ. BEKASI – Gelanggang Olahraga (GOR) Desa Sindang Jaya Kecamatan Cabangbungin Kabupaten Bekasi dijadikan ajang Pungli pasalnya, Gedung yang menghabiskan anggaran hingga 1,2 miliar itu digunakan masyarakat dengan cara membayar.
Soal adanya pungutan itu juga diakui Darman Ketua BPD Sindang Jaya, kata Ia jika menggunakan sarana olah raga itu para pengguna dikenakan tarif Rp. 10.000 dalam setiap jamnya.
“ Kalau mau main biasanya Rp. 10.000 ( sepuluh ribu ) Sejam, tar kalau mau main sama saya hari Sabtu,”ujar Darman.
Hal senada juga dikatakan warga sekitar, sayangnya dia gak mau disebutkan namanya, kata Ia di Desa Sindang Jaya ada dua sarana olahraga selain GOR juga ada lapangan bulutangkis, jika ada yang ingin bermain maka harus membayar Rp. 15 ribu untuk lapangan bulutangkis dan Rp. 20 ribu untuk pakai GOR, biaya itu hanya untuk satu jam saja.
“Kalau pake lapangan bulutangkis kita bayar Rp. 15.000 perjam kalau futsal Rp. 20.000 per jam sejak ada turnamen jadi naik “ ujarnya.
Menanggapi hal itu Kepala Desa Sindang Jaya Ruslan membantah soal pemungutan biaya pemakaian sarana olahraga di desanya, Ia berdalih biaya itu diambil hanya untuk kebersihan
“Paling juga kasih buat kebersihan,”singkat Ia.
Saat dikonfirmasi kenapa pengelolaan GOR itu tidak diikelola oleh BUMDes, Ruslan berdalih bahwa GOR itu belum memiliki pasilitas seperti bangku.
“Belum ada yang sewa bang, dan nggak pake BUMDes belum ada bangkunya Bang,”kilah Ruslan.
Menanggapi hal itu ketua DKD Komite Nasional Penyelamat Aset Negara (Komnaspan) Saman Hudi mengatakan, Kades Sindang Jaya dalam mengelola angaran desa sangat ceroboh, Ruslan hanya mementingkan pembangunan infrastruktur tanpa mengembangkan pemberdayaan masyarakat.
Dengan membangun GOR yang menelan angaran Rp. 1,2 milyar pada tahun 2019 yang lalu, semua angaran tahun itu digelontorkan untuk pembangunan GOR dengan mengabaikan kebutuhan urusan infrastruktur lainya seperti jalan dan jembatan dalam lingkungan desa.
Terlebih pungutan itu tanpa ada dasarnya, sedangkan yang digunakan itu aset adalah pemerintah yang dapat menghasilkan PADes jika dikelola dengan baik dan benar.
“Pembangunan GOR itu sama sekali tidak ada urgensinya dan hanya sebagai alat memperkaya diri, terbukti pengelolaan nya tidak melalui BUMDes. Masih ada jalan dan jembatan yang masih perlu dibenahi,” tegasnya.
Lebih lanjut saman menuturkan, jika demikian kades tersebut memakai politik mercusuar sehingga kelihatan wah diluar namun rapuh didalam, bagaimana tidak disaat masyarakat membutuhkan jembatan namun kades malah membangun GOR contohnya, jembatan ruas jalan kong bodong sebagai buktinya. Lantaran tidak disentuh pemerintahan setempat terpaksa warga sekitar patungan untuk membantunya.
“Jembatan itu dibangun swadaya masyarakat tanpa melibatkan kepala desa, “cetusnya.(Sam)