PJ.BEKASI – LSM Jendela Komunikasi (Jeko) mencium aroma korupsi pada Dinas Komunikasi Informatika Persandian dan Statistik (Diskominfosantik) Kabupaten Bekasi.
Aroma korupsi itu mulai terendus diduga berasal dari kegiatan Anggaran biaya penyebarluasan informasi penyelenggara pemerintahan yang digelontorkan Pemkab Bekasi melalui APBD 2023 sejumlah Rp 1,6 milliar lebih.
“Ya, lembaga kami telah mengendus terjadinya kutak katik anggaran biaya dan permainan sulap dalam mekanisme penyalurannya,” demikian dikatakan dewan Pendiri LSM Jendela Komunikasi (JeKo) yang sehari hari dipanggil nama Bob, dalam siaran persnya yang diterima redaksi potretjabar.com Jumat (6/10/23).
Menurutnya, berdasarkan data yang dihimpun, anggaran biaya penyebarluasan informasi itu dikelola langsung Dinas Komunikasi Informatika Persandian dan Statistik (Diskominfosantik) dan bahkan sudah dikerjasamakan kepada 69 perusahaan penerbitan media cetak, online, radio dan televisi.
“Terjadinya kutak katik anggaran itu karena adanya permainan sulap dan menyebabkan adanya perbedaan jumlah nominal yang ada dikontrak antara perusahaan media A, B, dan C dalam satu tahunnya. Hal ini bentuk diskriminasi dan bahkan menabrak regulasi sehingga temuan kami ini harus ditindaklanjuti aparat penegak hukum,”tutur Bob.
Dijelaskannya, aturan main yang ditentukan Diskominfosantik kepada pihak ketiga, walaupun sudah melalui mekanisme E-katalog. Tetap menabrak regulasi yang ada. Alasannya, terjadinya perbedaan nilai kontrak itu seperti “karet” sementara regulasi itu tegak lurus. Ini yang kami maksud kutak katik sehingga adanya permainan sulap.
Lebih lanjut, Bob juga menegaskan bahwa sesuai ketentuan yang ada dalam Peraturan Bupati (Perbub) Bekasi Nomor 209 Tahun 2022 tentang Penyebarluasan Informasi Penyelenggara Pemerintahan. Sangat jelas dan tegas bahwa kriteria pihak ketiga atau perusahaan media yang bisa dan dapat dijadikan mitra harus dan wajib memenuhi 11 (sebelas) kriteria.
“Pertanyaannya, apakah penanggung jawab media atau redaksi dari 69 pihak ketiga yang sudah melakukan ikatan kerja sama dan kontrak untuk satu tahun itu sudah memiliki sertifikasi kompetensi wartawan yang dikeluarkan Dewan Pers, minimal kompetensi madya,” tanya Bob yang juga pernah jadi Sekertaris PWI Bekasi periode 2010 – 2013.
Bahkan, dari temuannya itu, Bob siap dibawa dan didorong ke aparat penegak hukum. Alasannya, dari data yang dihimpun dan sesuai regulasi tersebut, ditemukan bentuk penyelewengan.
Seperti misalnya, untuk media online yang sudah melakukan ikatan kerja sama dan setiap 3 bulan sekali dibayar pihak Diskominfosantik, dimana nilainya bervariasi.
“Disinilah pokok persoalan dan penyelewengan anggaran tersebut. Namanya media online, artinya sama sama menyebarkan informasi lewat internet. Lantas kenapa ada perbedaan harga kontrak. Jangan jangan ada permainan sulap,” tandas Bob
Selain itu, kata Bob. Apakah ketika Diskominfosantik melakukan ikatan kerjasama atau kontak dengan media online itu berpedoman kepada 1.500 pembaca dalam satu bulan.
“Kemudian, apakah verifikasi yang dimaksud dalam Perbub itu dilakukan pihak Diskominfosantik,,”tanya Bob.
Sementara itu, sampai berita ini diterbitkan Kepala Dinas Diskominfosantik Kabupaten Bekasi, Yan Yan Akhmad Kurnia belum dapat dikonfirmasi akan adanya dugaan hal tersebut.(red)