PJ. BEKASI – Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Bekasi dan wilayah Bodebek lainnya akan berakhir pada Selasa (28/4/2020). Meski demikian, kebijakan PSBB tersebut belum efektif mengurangi angka penyebaran Covid-19.
Hingga Minggu (21/4/2020) kemarin, jumlah pasien positif Covid-19 di Bekasi bertambah lima menjadi 225 orang.
Sekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter indonesia (IDI), Adib Khumaidi mendukung jika nantinya PSBB di Kota Bekasi diperpanjang.
Meski demikian, ia menyarankan agar Pemerintah Kota Bekasi harus lebih tegas terhadap aturan PSBB itu. Sebab, ia menilai PSBB yang sudah berjalan selama ini tidak membuahkan hasil.
“Sebenernya prinsipnya mau PSBB atau karantina wilayah Pemerintah harus ada ketegasan, jadinya sebuah imbauan saja tanpa ada ketegasan percuma,” ujar Adib dikutip Kompas.com, Minggu (27/4/20).
Dia mencontohkan, pergerakan masyarakat dan banyaknya pelanggar aturan PSBB hingga kini masih banyak.
Bahkan, masih banyak pula warga Bekasi yang keluar masuk ke Jakarta sehingga tak menutup kemungkinan adanya penularan Covid-19.
“Jadi kalau nomenklaturnya saja tanpa ada aturan yang tegas, ya sulit mencapai goalsPSBB. Apalagi diawal pemberlakuan PSBB tidak bersamaan dengan Jakarta,” kata Adib.
“Pada saat kita membuat aturan PSBB atau karantina wilayah itu harus melihat pergerakan masyarakat. Kalau umpanya ini tidak bersamaan itu juga bisa indikatornya tidak efektif,” lanjut dia.
Penegasan terhadap aturan PSBB itu juga harus diawasi ketat oleh Pemerintah yang bekerja sama dengan aparat. Sehingga tidak ada lagi celah masyarakat untuk melanggar aturan PSBB tersebut.
“Kita enggak usah bicara punishment, kita bicara bagaimana mengatur yang membuat manusia bergerak itu harus diatur dan ada ketegasan di dalam aturannya. Ini Pemerintah harus lebih tegas dan ketat mengawasinya, jadi masyarakat dipaksa patuh dalam aturan itu,” ucap Adib.
Pengawasan ketat ini lanjut Adib, bisa melibatkan pengurus RT maupun RW di lingkungan sekitar dengan Kampung Siaga. Dengan adanya kampung siaga, masyarakat bisa saling mengawasi.
Masyarakat bisa diberikan edukasi atau pemahaman bahayanya keluar rumah ketika masa pandemi Covid-19 tersebut.
“Pada saat kita membuat aturan PSBB atau karantina wilayah itu harus melihat pergerakan masyarakat. Kalau umpanya ini tidak bersamaan itu juga bisa indikatornya tidak efektif,” lanjut dia.
Penegasan terhadap aturan PSBB itu juga harus diawasi ketat oleh Pemerintah yang bekerja sama dengan aparat.
Sehingga tidak ada lagi celah masyarakat untuk melanggar aturan PSBB tersebut.
“Kita enggak usah bicara punishment, kita bicara bagaimana mengatur yang membuat manusia bergerak itu harus diatur dan ada ketegasan di dalam aturannya. Ini Pemerintah harus lebih tegas dan ketat mengawasinya, jadi masyarakat dipaksa patuh dalam aturan itu,” ucap Adib.
Pengawasan ketat ini lanjut Adib, bisa melibatkan pengurus RT maupun RW di lingkungan sekitar dengan Kampung Siaga.
Dengan adanya kampung siaga, masyarakat bisa saling mengawasi. Masyarakat bisa diberikan edukasi atau pemahaman bahayanya keluar rumah ketika masa pandemi Covid-19 tersebut.
“Proses pengawasan dari RT RW bisa dilakukan dari masyatakat dengan model kampung siaga Covid. Masyarakat mengawasi masyarakat, tapi kalau masyarakat yang mengawasi tentunya diberikan edukasi dulu pemahaman tentang Covid-19 kenapa harus menghindari kerumunan,” ucap dia.
Menurut dia Kampung Siaga juga bisa dijadikan masyarakat saling gotong royong membantu tetangganya yang kesulitan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
“Kan kalau di Kampung Siaga ada bagian mengawasi, ada juga bagian logistik yang melihat warganya membutuhkan. Di sinilah gotong royong masyarakat diuji,” tutur dia.(*)