PJ.BEKASI – Akhirnya, pagar yang membentang di perairan laut di Kabupaten Bekasi disegel Kementrian
Kelautan dan Perikanan (KKP) lantaran kegiatan itu tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPR).
Informasi yang berhasil dihimpun, penyegelan dilakukan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
‘Penghentian kegiatan pemagaran laut tanpa izin,” bunyi plang penyegelan berlatar belakang warna merah yang dibentangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan di lokasi pagar laut.
Sebelnya, Kementerian KKP menerangkan pagar yang membentang di perairan Bekasi tidak mengantongi izin KKPRL.Hal itu disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Doni Ismanto.
Ia juga mengatakan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) telah menyurati pemilik pagar laut di Bekasi lantaran tidak mengantongi izin KKPRL dari KKP. Surat tersebut telah dilayangkan sejak 19 Desember 2024 lalu.
“Kita itu tanggal 19 Desember sudah kirim surat (dari) PSDKP. Jadi sekarang memang lagi ada proses penegakan hukum karena ada indikasi pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki izin KKPRL,” kata Doni dikutip dari datik.com.
Doni menjelaskan pemilik pagar laut di Bekasi berbeda dengan pemilik pagar laut di Tangerang. Meski begitu, dia belum mau membeberkan nama pemiliknya karena masih dalam proses investigasi.
Sampai saat ini lanjut Ia, pihaknya belum menerima surat balasan dari pemilik pagar laut di Bekasi. Ke depan, KKP akan tetap menegakkan hukum apabila tak kunjung mendapat balasan. Salah satu upaya penegakkannya dengan penyegelan.
“Ya belum. Karena ini kita mau follow up lagi. (Ada penyegelan ke depan?) Pokoknya tenang aja, kita pasti (penegakkan hukum). Saya cuma bisa bilang gini, Pak Menteri kalau urusan ekologi, urusan penegakan hukum, terutama tentang pemanfaatan ruang laut yang tidak berizin, sudah banyak yang beliau lakukan penyegelan laut oleh PSDKP,”
“Di resort Batam, terus kapal pasir. Jadi kalau urusan kayak gini, tetap harus hati-hati. Karena nggak bisa gebyah uyah, kadang-kadang yang kita hadapin perusahaan, kadang-kadang warga yang nggak paham,”ujarnya.
Pemprov Jawa Barat Bilang Pagar Laut di Bekasi Legal
Menurut Pemprov Jawa Barat membantah adanya pagar misterius berbahan ribuan batang bambu di perairan Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Hal itu diutarakan Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem pada Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat, Ahman Kurniawan mengatakan, bambu yang terpancang di perairan Kampung Paljaya tak bisa disamakan dengan keberadaan bambu di wilayah perairan Tangerang, Banten.
Ahman berujar, pemasangan bambu di perairan Kampung Paljaya legal. Sebab, ini hasil kerja sama antara Pemprov Jawa Barat dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).
“Ya misterius itu kan karena tidak tahu siapa pemiliknya. Kalau di sini memang jelas pemiliknya, tidak misterius. Ini DKP Jabar, kerjasama dengan perusahaan ini (TRPN), ini MAN, dan semuanya punya legalitas masing-masing,”kata Ahman kepada wartawan, Selasa (14/01/25)
Jika demikian siapa kah oknumnya sehingga hal itu terjadi. Akibat pekerjaan pagar oleh PT. TRPN, diduga telah merusak lingkungan dan ratusan nelayan mengalami kerugian hasil tangkapannya.
Hasil Tangkapan Nelayan Merosot Drastis
Setidaknya ada 4.200 nelayan dari 39 kelompok nelayan di Tarumajaya Kabupaten Bekasi menjerit pasalnya, penghasilan tangkapan ikan di laut menyusut drastis gegara adanya pagar di laut yang dikerjakan oleh PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN).
Ketua Forum Nelayan kabupaten Bekasi Abdurahman mengungkapkan, pagar alias patok-patok bambu yang membentang sepanjang 3 kilometer mulai dari laut wilayah Tarumajaya Kabupaten Bekasi jelas membuat resah masyarakat pantai terutama para nelayan.
Menurutnya, tercatat 39 kelompok usaha nelayan yang anggotanya mencapai 4200 orang nelayan mengeluhkan kesulitan mendapatkan hasil laut sebagai sumber utama penghasilan mereka sejak adanya patok-patok bambu tersebut.
“Yang dikawatirkan itu proyek reklamasi setelah ada patok-patok di laut. Rekan-rekan nelayan yang dulunya melaut dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore bisa dapat 5 sampai 6 kilogram dengan menggunakan bubu naga. Sekarang, mereka melaut dari jam 8 pagi sampai maghrib cuma dapat 4 sampai 5 ons saja dengan alat yang sama,”keluhnya. (red/dam)
Tidak ada komentar