Kejari Karawang Selesaikan Kasus Kepemilikan Satwa Dilindungi Melalui Keadilan Restoratif

PJ.KARAWANG — Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang Jawa Barat kembali menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum yang humanis dengan menerapkan prinsip Restorative Justice (keadilan restoratif).
Kegiatan itu berlangsung pada Senin, 20 Oktober 2025, bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Karawang, telah dilaksanakan penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan keadilan restoratif terhadap tersangka Bambang Aditya, warga Desa Sungai Buntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang.
Kegiatan tersebut dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Dedy Irwan Virantama, didampingi Kasi Pidum Debby Fauzi, Jaksa Fasilitator, pihak keluarga tersangka, serta anggota Polisi Kehutanan yang menjadi pelapor dalam perkara ini.
Kasus Kepemilikan Satwa Dilindungi
Tersangka Bambang Aditya sebelumnya disangkakan melanggar Pasal 40A ayat (1) huruf d Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kasus ini bermula saat tim Polisi Kehutanan menerima laporan masyarakat dan melakukan Operasi Pengamanan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) pada Rabu, 9 Juli 2025. Dalam operasi itu, petugas menemukan dan mengamankan tujuh ekor satwa yang dilindungi, antara lain:
Burung Beo (Gracula religiosa), Burung Kakaktua (Cacatua alba), Burung Hantu Celepuk (Otus angelinae), Burung Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus), Burung Elang Brontok Hitam (Nisaetus cirrhatus) dan Burung Elang Laut (Haliaeetus leucogaster) juga Berang-berang (Lutra lutra)
Satwa-satwa tersebut merupakan peninggalan dari almarhum Tata Husen, ayah kandung tersangka, yang telah memeliharanya sejak lama. Setelah sang ayah meninggal dunia pada tahun 2018, Bambang melanjutkan pemeliharaan tanpa mengetahui bahwa satwa-satwa tersebut termasuk dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK RI Nomor 106 Tahun 2018.
Pertimbangan Keadilan Restoratif
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan mediasi, Kejari Karawang memutuskan untuk menghentikan penuntutan melalui mekanisme keadilan restoratif dengan sejumlah pertimbangan. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bersikap kooperatif.
Telah tercapai kesepakatan perdamaian tanpa syarat antara tersangka dan pelapor pada 19 September 2025 di Rumah Restorative Justice Kejari Karawang.
Tersangka tidak mengetahui bahwa satwa yang dirawatnya termasuk satwa yang dilindungi. Satwa tersebut merupakan peninggalan ayahnya yang telah wafat.
Hasil ekspose Kejari Karawang yang diajukan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat disetujui melalui Surat Persetujuan Kepala Kejati Jawa Barat Nomor: R-1521/M.2.26/Eku.2/10/2025 tanggal 15 Oktober 2025. Selanjutnya, Kejari Karawang menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif Nomor: TAP-4714/M.2.26/Eku.2/10/2025 tanggal 20 Oktober 2025.
Sanksi Sosial dan Pembinaan
Sebagai bentuk tanggung jawab moral, tersangka Bambang Aditya akan menjalani sanksi sosial berupa membersihkan Masjid Nurul Bahri di Desa Sungai Buntu, Kecamatan Pedes, sebanyak satu kali setiap minggu selama tiga bulan. Selain itu, ia juga diwajibkan mengikuti pengajian rutin mingguan di masjid yang sama selama periode tersebut.
Dalam kesempatan itu, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Karawang Dedy Fauzi menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam penanganan perkara ini. Ia juga memberikan pesan kepada tersangka agar menjadikan pengalaman ini sebagai pelajaran berharga.
“Saya berharap, Ini adalah kesempatan terakhir dan jangan diulangi lagi. Jadikan kesalahan ini sebagai awal untuk berubah menjadi lebih baik,” tegas Deby kepada potretjabat.com, Selasa (21/10/25).
Makna Restorative Justice
Melalui penyelesaian ini, Kejari Karawang menegaskan bahwa keadilan restoratif bukan sekadar penghentian perkara, tetapi sarana pembinaan dan pemulihan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat. Prinsip ini menekankan bahwa setiap kesalahan bisa menjadi awal perubahan, bukan akhir kehidupan.(Red)











